Bismillah.
Tidaklah diragukan oleh seorang muslim bahwa kehidupan di dunia ini membutuhkan bekal. Diantara bekal paling penting yang harus dimiliki adalah ilmu agama. Inilah kunci kebaikan seorang hamba. Sebagaimana disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan maka Allah akan pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Para pendahulu yang salih dari kalangan para sahabat, tabi’in dan para pengikut mereka telah memberikan contoh dan motivasi yang luar biasa dalam hal mencari ilmu agama. Mereka berjalan atau menempuh perjalanan jauh demi mencari ilmu dan mendatangi guru. Seolah mereka ingin menunjukkan kepada generasi sesudahnya betapa nikmatnya perjuangan menggali ilmu. Hal itu tidak lain dan tidak bukan karena menimba ilmu adalah jalan menuju surga. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu (agama) maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Para penimba ilmu yang melihat kumpulan karya para ulama terdahulu dalam berbagai bidang ilmu dalam jumlah yang begitu banyak, berjilid-jilid, dan tiap jilidnya bisa beratus-ratus halaman akan bisa mengenali bahwa semangat para ulama terdahulu begitu luar biasa. Mereka mengupas faidah ayat, hadits, tafsirnya, kandungan fikihnya, faidah-faidah hukumnya, dst; seolah-olah ilmu itu menjadi hujan deras yang mengalir melalui lisan dan pena mereka. Maka begitulah pengaruh ilmu dan hidayah ke dalam hati manusia akan menyadarkan hati yang lalai, jiwa yang sakit, dan mengingatkan pikiran yang lupa serta penuh dengan ketidaktahuan. Maka tidak heran apabila para ulama disebut sebagai ahli dzikir dan majelis mereka pun disebut sebagai majelis dzikir; sebab dengan ilmu itulah hati manusia menjadi hidup. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya seperti perumpamaan orang hidup dengan orang yang sudah mati.” (HR. Bukhari)
Majelis-majelis ilmu agama yang sejati akan melunakkan hati pendengarnya dengan ayat-ayat Allah dan membimbing manusia dengan petunjuk nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan itulah akan turun ketentraman, rahmat dan kasih sayang bagi manusia. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah (masjid) sembari membaca Kitab Allah dan mempelajarinya diantara mereka melainkan pasti turun kepada mereka ketentraman, rahmat meliputi mereka, para malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut nama-nama mereka di hadapan para malaikat di sisi-Nya.” (HR. Muslim)
Majelis ilmu itulah yang akan membawa mereka menuju keutamaan demi keutamaan, mengeluarkan mereka dari berlapis kegelapan menuju cahaya iman, tauhid, dan ketakwaan. Sebab dengan duduk di majelis ilmu dan menyerap petunjuk al-Qur’an akan mengantarkan manusia menuju kebahagiaan dan keselamatan. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123). Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma mengatakan, “Allah memberikan jaminan kepada siapa saja yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan ajaran yang ada di dalamnya; bahwa dia tidak akan tersesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.”
Dengan melazimi majelis ilmu itulah manusia akan mengenal lezatnya iman dan indahnya kecintaan kepada ar-Rahman. Sebab ia akan selalu ridha kepada Allah, Islam, dan nabinya yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan lezatnya iman orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim). Di dalam majelis ilmu itulah para penimba ilmu akan mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah yang sempurna dari segala sisi sehingga tumbuhlah kecintaan mereka kepada-Nya. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa mengenali Allah melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya niscaya dia akan cinta kepada-Nya; dan itu sudah pasti.”
Dengan menyimak nasihat-nasihat dari majelis ilmu manusia akan takut kepada Allah, semakin bertambah kuat imannya, dan memperbaiki kondisi hati dan jiwanya. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah hati mereka menjadi takut, apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka, dan mereka pun hanya bertawakal kepada Rabbnya.” (al-Anfal : 2)
Majelis ilmu itulah yang akan menyemai bibit rasa takut kepada Allah dan memupuk harapan kepada ampunan dan rahmat-Nya. Karena itulah para ulama disifati sebagai kaum yang sangat dalam rasa takutnya kepada Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang paling merasa takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya adalah para ulama.” (Fathir : 28). Oleh sebab itu Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan, “Bukanlah ilmu dinilai dengan banyaknya riwayat. Akan tetapi sesungguhnya ilmu itu adalah rasa takut -kepada Allah-.”
Majelis ilmu terjalin dengan kerjasama yang indah dalam rangka kebaikan dan ketakwaan, dalam rangka amar ma’ruf dan nahi mungkar, dan demi menebar nasihat untuk tegaknya kebenaran dan menetapi kesabaran. Inilah jalan menuju keberuntungan dan kemuliaan hakiki! Allah berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam menetapi kesabaran.” (al-’Ashr : 1-3). Hasan al-Bashri rahimahullah mengingatkan, “Bukanlah iman itu hanya dengan berangan-angan atau memperindah penampilan. Akan tetapi iman adalah apa-apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan-amalan.”
Melalui majelis ilmu itulah manusia mengenali tujuan dan jalan hidupnya. Sebab dengan menimba ilmu dan menghadiri majelisnya akan mengenalkan seorang insan tentang makna tauhid, ibadah, dan apa hikmah agung di balik penciptaan dirinya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai oleh Allah berupa ucapan dan perbuatan, yang batin maupun yang lahir/tampak.”
Dengan melazimi majelis ilmu itulah seorang muslim akan mengenali hakikat kebahagiaan di dunia ini yaitu dengan iman dan amal salih. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang melakukan amal salih dari kalangan lelaki atau perempuan; dalam keadaan dia beriman, niscaya Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan pasti Kami akan beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa-apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl : 97)
Dengan demikian kebutuhan manusia untuk menimba ilmu dan hadir dalam majelis-majelis ilmu adalah kebutuhan yang sangat besar, lebih besar daripada kebutuhan kepada makanan dan minuman. Kurangnya makanan dan minuman akan menyebabkan lemahnya fisik mereka, sedangkan sedikitnya ilmu agama dan kurangnya pemahaman menyebabkan manusia terjerumus dalam lembah maksiat dan kehancuran. Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Manusia jauh lebih membutuhkan ilmu daripada makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman dibutuhkan dalam sehari sekali atau dua kali; sedangkan ilmu dibutuhkan sebanyak hembusan nafas.”
Majelis ilmu mendidik manusia dengan ilmu-ilmu yang pokok dan mendasar sebelum ilmu-ilmu yang besar dan rumit. Imam Bukhari rahimahullah menukil ucapan para ulama, “Bahwa Rabbani adalah orang yang mengajarkan kepada manusia dengan ilmu-ilmu yang kecil/dasar sebelum ilmu-ilmu yang besar/rumit.” Para ulama juga mengatakan, “Barangsiapa yang terhalang dari pokok-pokok ilmu (ushul) niscaya dia tidak akan sampai kepada tujuan yang ingin diiraih.”
Majelis ilmu melatih manusia untuk terus bermuhasabah dan memperbaiki dirinya. Ibrahim at-Taimi rahimahullah berkata, “Tidaklah aku menghadapkan ucapanku kepada amal perbuatanku; melainkan aku khawatir termasuk orang yang mendustakan.” Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah mengatakan, “Aku telah bertemu dengan tiga puluh sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; mereka semua merasa takut apabila dirinya terjangkit kemunafikan…” Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Seorang mukmin memadukan antara berbuat baik dengan rasa takut, sedangkan orang kafir menggabungkan antara berbuat jelek dan merasa aman/tidak bermasalah.”